Maulid Nabi Muhammad SAW merupakan peringatan yang penting dalam tradisi umat Islam di berbagai belahan dunia. Namun, perayaan ini tidak selalu ada sejak masa awal Islam, melainkan baru muncul beberapa abad setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. Menurut catatan sejarah, peringatan Maulid Nabi pertama kali diadakan pada masa kekhalifahan Mu'iz li Dinillah, seorang khalifah Dinasti Fathimiyah di Mesir yang hidup pada tahun 341 Hijriyah (sekitar tahun 953 Masehi).
Dinasti Fathimiyah adalah kekhalifahan yang berpusat di Mesir dan menganut paham Syiah Ismailiyah. Khalifah Mu'iz li Dinillah memperkenalkan perayaan Maulid Nabi sebagai bagian dari upaya memperkuat legitimasi kekuasaannya dan mempererat hubungan antara penguasa dengan rakyatnya. Perayaan ini juga dimaksudkan untuk meneguhkan kecintaan umat terhadap Nabi Muhammad SAW serta memperingati momen penting dalam sejarah Islam, yakni kelahiran Rasulullah.
Pada awalnya, perayaan Maulid Nabi dilakukan dengan khidmat, diisi dengan pembacaan puisi-puisi pujian, khutbah, serta pembacaan sirah (sejarah) kehidupan Nabi Muhammad SAW. Acara ini menjadi ajang untuk memperdalam spiritualitas dan mengenang jasa-jasa Nabi dalam menyebarkan ajaran Islam. Tradisi ini kemudian menyebar ke berbagai wilayah kekuasaan Islam dan terus berkembang.
Namun, perayaan Maulid Nabi juga sempat menjadi kontroversi. Pada masa pemerintahan Al-Afdhal bin Amir al-Juyusy, seorang perdana menteri yang menjabat di bawah kekuasaan Khalifah Al-Musta'ali dari Dinasti Fathimiyah, perayaan ini sempat dilarang. Al-Afdhal memandang bahwa perayaan Maulid tidak memiliki dasar kuat dalam ajaran Islam dan dapat memicu perpecahan di kalangan umat. Larangan ini merupakan salah satu contoh bagaimana sikap terhadap Maulid Nabi beragam di antara para penguasa Muslim pada masa itu.
Kendati demikian, larangan tersebut tidak berlangsung lama, dan perayaan Maulid Nabi kembali dihidupkan di berbagai wilayah, terutama setelah runtuhnya Dinasti Fathimiyah. Maulid Nabi kemudian menjadi tradisi yang diterima luas di kalangan umat Islam Sunni, khususnya di dunia Muslim, termasuk di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia.
Pada masa-masa berikutnya, Maulid Nabi berkembang dengan berbagai bentuk perayaan, dari yang sederhana hingga megah. Di beberapa tempat, perayaan ini diisi dengan pembacaan Barzanji (syair tentang kehidupan Nabi), pengajian, dan berbagai kegiatan sosial. Hingga saat ini, Maulid Nabi tetap menjadi salah satu momen penting bagi umat Islam untuk merenungkan kembali ajaran dan keteladanan Nabi Muhammad SAW.
Dengan demikian, sejarah Maulid Nabi mencerminkan dinamika politik, agama, dan budaya yang berlangsung dalam peradaban Islam. Meski sempat dilarang dan diperdebatkan, peringatan ini terus hidup dan berkembang sebagai salah satu tradisi yang dihormati dalam berbagai masyarakat Muslim di dunia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT