Sebagai tokoh pendidikan, dia kurang dikenal. Padahal dialah yang pertama mendirikan sekolah guru untuk kaum bumiputera.
SELAIN Ki Hajar Dewantara, Indonesia memiliki tokoh-tokoh yang amat berjasa dalam dunia pendidikan. Mereka adalah Willem Iskander dan Mohammad Syafei. Sayang, keduanya kurang dikenal.
Ki Hajar Dewantara dikenal luas sebagai tokoh pendidikan karena tanggal lahirnya, 2 Mei ditetapkan sebagai Hari Pendidikan Nasional. Menteri pendidikan pertama ini mendirikan sekolah Taman Siswa tahun 1922. Selain itu, semboyan yang diciptakannya, “Tut Wuri Handayani” (di belakang memberi dorongan) menjadi semboyan Kementerian Pendidikan. Lantas siapa Willem Iskander dan Mohammad Syafei?
Banyak orang tak mengenal Willem Iskander dan Mohammad Syafei. Bahkan, menurut Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan waktu itu banyak orang, terutama para pendidik, hanya mengenal tetapi tidak memahami Ki Hadjar Dewantara.
“Ki Hajar Dewantara saja lewat, apalagi dua nama ini (Syafei dan Willem),” dalam sambutan bedah buku Inspirasi Kebangsaan di Jakarta Barat. Buku karya St. Sularto, wartawan senior Kompas ini, memuat peran tiga tokoh pendidikan: Ki Hadjar Dewantara, Willem Iskander, dan Mohammad Syafei.
Mohammad Syafei lahir di Ketapang, Kalimantan Barat, pada tahun 1893. Marah Sutan, seorang guru Padang yang kemudian menjadi ayah angkatnya, mengirim Syafei untuk belajar di sekolah biasa di Belanda. Cita-cita Syafei adalah membuka sekolah untuk penduduk setempat. Syafei mencapainya pada tahun 1926 dengan mendirikan Indonesische Nederland School (INS) di Desa Kayutanam, Padang Pariaman, Sumatera Barat. Sekolah INS Kayutanam didirikan untuk membantu warga menjadi mandiri, mampu berdiri sendiri dan membebaskan diri dari ketergantungan pada negara lain.
Namun dari ketiga tokoh tersebut, William Iskander lah yang pertama kali mendirikan sekolah bagi masyarakat Aborigin. Ia mendirikan Kweekschool voor Inlandsch Onderwijzers (Sekolah Guru Bumiputera) atau Kweekschool Tanobato pada tahun 1862 di Banyapangan, Provinsi Mandalen Natal, Sumatera Utara.
Willem Iskander lahir Sati Nasution pada tahun 1840 di Panyabungan. Willem Iskander mendapatkan namanya ketika dia pindah dari Islam ke Kristen saat belajar keguruan di Belanda. Saat Sulasso berkunjung ke Mandailing Natal pada 2015, ia sedih karena tak banyak orang yang tahu tentang Willem Iskander. Bahkan ada salah nama yang tertulis di tugu di tempat kelahirannya itu. Tertulis "Willem Iskandar".
“Willem Iskander sudah dilupakan, padahal dia adalah pelopor guru,”.
Willem Iskander menekankan pentingnya pendidikan bagi kaum bumiputera. Baginya, perempuan maupun laki-laki memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
“Dia kiranya memahami bahwa dengan mendidik anak laki-laki, kita mendidik satu orang. Dengan mendidik anak perempuan, kita bakal mendidik satu keluarga,” kata Daoed Joesoef, Menteri Pendidikan tahun 1978-1983.
Willem mendirikan Kweekschool Tanobato sepulang dari studinya di Belanda. Kweekschool Tanobato bukanlah sekolah guru pertama di Hindia Belanda. Sebelumnya telah berdiri Kweekschool Surakarta (1851) dan Kweekschool Fort de Kock di Bukittinggi (1856). Namun, murid-murid kedua sekolah ini berasal dari kelas bangsawan sehingga disebut sekolah raja. Sedangkan Kweekschool Tanobato terbuka untuk umum dengan bahasa Mandailing sebagai bahasa pengantar.
Willem Iskander mendapatkan kesempatan beasiswa ke Belanda untuk kedua kalinya pada 1874. Kepergiannya ke Belanda membuat Kweekschool Tanobato ditutup dan sebagai penggantinya dibuka Kweekschool Padangsidempuan pada 1879.
Saat di Belanda, Willem Iskander mengajukan beasiswa kepada pemerintah Belanda untuk guru Kweekschool lain, termasuk di luar Kweekschool Tanobato. Terpilihlah tiga guru: Banas Lubis dari Kweekschool Tanobato, Ardi Sasmita dari Kweekschool Bandung, dan Raden Mas Surono dari Kweekschool Surakarta. Nahas, Banas Lubis dan Ardi Sasmita meninggal pada pertengahan tahun 1875. Sedangkan Raden Mas Surono dipulangkan karena sakit, lalu meninggal dalam perjalanan.
Willem Iskander juga meninggal tragis dengan cara bunuh diri pada 8 mei 1876, delapan bulan setelah pernikahannya dengan Maria Jakoba Witer. Penyebabnya, menurut Sularto, dia merasa kalut karena kematian tiga rekannya ditambah kekacauan rumah tangganya.
Willem Iskandar mati muda dalam usia 36 tahun. Melalui Kweekschool Tanobato dia telah membuka kesempatan bagi kaum bumiputera untuk memperoleh pendidikan. “Kepeloporan dalam dunia pendidikan, khususnya pendidikan calon guru, berarti pula peranannya sebagai pejuang lewat pendidikan dan pendidik pejuang,”.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT