![]() |
Berawal dari dekrit hingga menjadi bukti fisik yang konkrit
Pemerintah Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1945 menetapkan berlakunya mata uang bersama di wilayah Republik Indonesia (RI), yaitu uang De Javasche Bank, uang Hindia Belanda dan uang Jepang.
Pada awal kemerdekaan khususnya
pada lingkup nasional, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara, dan mengangkat Presiden serta Wakil
Presiden pada tanggal 18 Agustus 1945. Kemudian pada tanggal 19 Agustus 1945 PPKI
menetapkan dua keputusan penting. Pertama, membentuk 12 kementerian dalam
lingkungan pemerintahan, yaitu: Kementerian alam Negeri, Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Kehakiman, Kementerian Keuangan, Kementerian Kemakmuran,
Kementerian Kesehatan, Kementerian Pengajaran, Kementerian Sosial, Kementerian
Pertahanan, Kementerian Penerangan, Kementerian Perhubungan dan Kementerian
Pekerjaan Umum. Kedua, membagi wilayah Indonesia menjadi delapan provinsi
yaitu: Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda Kelapa, Maluku,
Sulawesi, dan Kalimantan.
Di lingkungan Kementerian Keuangan, Menteri Keuangan A.A Maramis pada tanggal 29 September 1945 mengeluarkan Dekrit dengan tiga keputusan penting. Pertama, tidak mengakui hal dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang untuk menerbitkan dan menandatangani surat-surat perintah membayar uang dan lain-lain dokumen yang berhubungan dengan pengeluaran negara. Kedua, terhitung mulai 29 September 1945, hak dan wewenang pejabat pemerintahan tentara Jepang diserahkan kepada Pembantu Bendahara Negara yang ditunjuk dan bertanggungjawab pada Menteri Keuangan. Ketiga, kantor-kantor kas negara dan semua instansi yang melakukan tugas kas negara (kantor pos) harus menolak pembayaran atas surat perintah membayar uang yang tidak ditandatangani oleh Pembantu Bendahara Negara.
Pada 2 Oktober 1945, pemerintah mengeluarkan Maklumat Pemerintah
Republik Indonesia yang menetapkan bahwa uang NICA tidak berlaku di wilayah
Republik Indonesia.
Pada 3 Oktober 1945 , Maklumat Pemerintah Republik Indonesia menetapkan bahwa Indonesia memiliki empat mata uang yang sah.




Bersamaan dengan dikeluarkannya
maklumat tersebut, pemerintah berencana menerbitkan Oeang Republik Indonesia
(ORI). Menteri Keuangan A.A Maramis membentuk “Panitia Penyelenggara pencetakan
Uang Kertas Republik Indonesia” pada 7 November 1945 yang diketuai T.R.B.
Sabaroedin dari Kantor Besar Bank Rakyat Indonesia (BRI) dan anggota-anggotanya
terdiri dari Kementerian Keuangan yaitu H.A. Pandelaki & R. Aboebakar
Winagoen dan E. Kusnadi, Kementerian Penerangan yaitu M. Tabrani, BRI yaitu S.
Sugiono, dan wakil-wakil dari Serikat Buruh Percetakan yaitu Oesman dan Aoes
Soerjatna.
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10 malam dari Januari 1946. Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo. Hal ini yang menyebabkan, ketika ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946 yang bertandatangan di atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak November 1945 ia tidak lagi menjabat sebagai Menteri Keuangan. Pada waktu ORI beredar yang menjadi Menteri Keuangan adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir III
ORIDA (Oeang Republik Indonesia
Daerah) mulai dikeluarkan dan diedarkan sesuai dengan kebijakan daerah
masing-masing.
Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia sulit dihitung dengan tepat. Kesulitan melakukan pemisahan data juga terjadi dalam memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca perdagangan, posisi cadangan devisa dan keuangan negara.
1 Januari
1950
Dalam kondisi perang, jumlah uang beredar di wilayah Republik Indonesia sulit dihitung dengan tepat. Kesulitan melakukan pemisahan data juga terjadi dalam memperkirakan indikator-indikator perekonomian lainnya, seperti neraca perdagangan, posisi cadangan devisa dan keuangan negara.
17 Agustus
1950
Sejalan dengan masa Pemerintah RIS yang berlangsung singkat, masa edar uang kertas RIS juga tidak lama, yaitu hingga 17 Agustus 1950 ketika Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) terbentuk kembali
31 Mei 1950
Dari salah satu hasil perjanjian Konferensi Meja Bundar
(KMB) yang dilakukan pada tanggal 23 Agustus sampai 2 November 1949, Indonesia
diakui kedaulatannya oleh Belanda pada 27 Desember 1949. Kemudian, dibentuk
negara federal Republik Indonesia Serikat (RIS).
Menteri Keuangan diberi kuasa untuk mengeluarkan uang kertas yang memberikan
hak piutang kepada pembawa uang terhadap RIS sejumlah dana yang tertulis pada
uang tersebut dalam rupiah RIS. Hal ini mulai diberlakukan 31 Mei 1950 mengatur
berbagai hal berbagai tentang pengeluaran uang kertas atas tanggungan
Pemerintah RIS.
Pada periode 1951-1952, Pemerintah mengambil kebijakan Gunting Sjafruddin yang bertujuan untuk menyedot uang beredar yang terlalu banyak serta menghasilkan pinjaman sekitar Rp1,5 milyar dari penerbitan Obligasi Republik Indonesia 1950 karena Indonesia belum mampu mencari sumber pembiayaan dari pasar.
Dalam jangka waktu yang telah ditentukan, bagian
kiri uang dapat ditukar dengan uang baru yang diterbitkan De Javasche Bank
dengan pecahan f2,50, f1 dan f0,50. Pengguntingan uang tersebut dilakukan
karena cara yang lazim dilakukan, yaitu dengan penyetoran ke dalam rekening
yang dibekukan tidak mungkin dijalankan di Indonesia. Pada saat itulah De
Javasche Bank dinasionalisasi menjadi Bank Indonesia (BI).
Tanggal 1 Juli 1953 diperingati sebagai hari lahir Bank Indonesia dimana
Bank Indonesia menggantikan De Javasche Bank dan bertindak sebagai bank sentral
Pencetakan ORI dikerjakan setiap hari dari jam 7 pagi sampai jam 10
malam dari Januari 1946. Namun, pada Mei 1946, situasi keamanan mengharuskan
pencetakan ORI di Jakarta dihentikan dan terpaksa dipindahkan ke daerah-daerah
seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo. Hal ini yang menyebabkan,
ketika ORI pertama kali beredar pada 30 Oktober 1946 yang bertandatangan di
atas ORI adalah A.A Maramis meskipun sejak November 1945 ia tidak lagi menjabat
sebagai Menteri Keuangan. Pada waktu ORI beredar yang menjadi Menteri Keuangan
adalah Sjafruddin Prawiranegara di bawah Kabinet Sjahrir III
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT