Apa saja di balik surah Al-Fatihah?
Beberapa catatan mengenai surah Al-Fatihah, membuat ringkasan dari bahasan ulama besar yaitu Imam Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya, Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Ada catatan tambahan yang diambil dari penjelasan Syaikh Musthafa Al-‘Adawi dalam At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil – Suurah Al-Baqarah fii Sual wa Jawab.
NAMA LAIN SURAH AL-FATIHAH
Al-Fatihah disebut dengan:
1. Al-Fatihah, yaitu Fatihatul Kitab secara tertulis dan juga sebagai pembuka dalam shalat.
2. Ummul Kitab, karena tiga maksud: (1) mushaf dimulai dengan Al-Fatihah, (2) bacaan surah dalam shalat dimulai dengan Al-Fatihah, (3) seluruh makna Al-Qur’an merujuk pada kandungan surah Al-Fatihah.
3. Ummul Qur’an.
4. As-Sab’ul Matsaani, matsaani artinya berulang-ulang, maksudnya surah Al-Fatihah dibaca berulang kali setiap rakaat.
5. Al-Qur’an Al-‘Azhim
6. Alhamdulillahi robbil ‘aalamiin
7. Alhamdu
8. Ash-Shalah, karena syarat sah shalat adalah membaca surah Al-Fatihah. Disebut juga Surah Ash-Shalah.
9. Asy-Syifaa’ (penawar), dalam hadits disebutkan, faatihatul kitaab syifaa’un min kulli sammin, artinya Al-Fatihah itu penawar dari segala macam racun.
10. Ar-Ruqyah, karena pernah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam katakan surah Al-Fatihah sebagi ruqyah.
11. Asaasul qur’an, sebagaimana disebutkan oleh Ibnu ‘Abbas.
12. Al-Waaqiyah (pelindung, pencegah), sebagaimana disebutkan oleh Sufyan Ibnu ‘Uyainah.
13. Al-Kaafiyah (yang mencukupi dari lainnya, tanpa adanya surah Al-Fatihah yang lainnya tidak mencukupi), sebagaimana disebutkan oleh Yahya bin Abi Katsir (yang tepat: ‘Abdullah bin Yahya bin Abi Katsir).
14. Surah Al-Kanzi, artinya surah simpanan.
MAKKIYYAH ATAU MADANIYYAH
- Surah Al-Fatihah disebut surah Makkiyah sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas, Qatadah, dan Abul ‘Aaliyah.
- Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa surah Al-Fatihah adalah surah Madaniyyah sebagaimana pendapat dari Abu Hurairah, Mujahid, ‘Atha’ bin Yasar, Az-Zuhri.
- Ada juga pendapat yang menyatakan bahwa surah Al-Fatihah itu turun dua kali, sekali di Makkah, sekali di Madinah.
- Ada pendapat gharib yang menyatakan bahwa separuh surah Al-Fatihah turun di Makkah dan separuhnya turun di Madinah.
Kata Syaikh Musthafa Al-‘Adawi, surah Al-Fatihah termasuk surah Makkiyah menurut pendapat yang lebih kuat. Di antara alasan yang dikemukakan oleh beliau, kewajiban shalat itu di Makkah. Padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah.”
(HR. Bukhari, no. 756 dan Muslim, no. 394)
JUMLAH AYAT, KATA, DAN HURUF
SURAH AL-FATIHAH TIDAK BISA TERGANTIKAN SURAH LAINNYA DALAM SHALAT
Inilah pendapat jumhur ulama dari Imam Malik, Imam Syafii, Imam Ahmad bin Hambal dan pengikutnya.
Dari ‘Ubadah bin Ash-Shoomit radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لاَ صَلاَةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak ada shalat bagi orang yang tidak membaca Al-Fatihah”. (HR. Bukhari, no. 756 dan Muslim, no. 394)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, haditsnya marfu’ sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ صَلَّى صَلاَةً لَمْ يَقْرَأْ فِيهَا بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ فَهْىَ خِدَاجٌ
“Barangsiapa yang melaksanakan shalat dan tidak membaca Al Fatihah di dalamnya, maka shalatnya itu kurang.”
Perkataan ini diulang sampai tiga kali. (HR. Muslim, no. 395)
WAJIB DIBACA PADA SETIAP RAKAAT
Madzhab Syafii dan mayoritas ulama menganggap bahwa surah Al-Fatihah wajib dibaca setiap rakaat.
APAKAH MAKMUM WAJIB BACA AL-FATIHAH?
Ada tiga pendapat dalam hal ini:
1. Makmum tetap wajib baca sebagaimana imam karena konsekuensi dari keumuman hadits
2. Makmuk tidak perlu membaca sama sekali.
3. Dalam shalat sirriyyah, makmum wajib membaca dan tidak wajib membaca dalam shalat jahriyyah. Karena ada hadits yang menyebutkan bahwa jika imam baca, maka diamlah.
Referensi:
- At-Tashiil li Ta’wil At-Tanziil Tafsir Surah Al-Baqarah fii Sual wa Jawab. Syaikh Musthafa Al-‘Adawi. Penerbit Maktabah Makkah.
- Tafsir Al-Qur’an Al-‘Azhim. Cetakan pertama, Tahun 1431 H. Ibnu Katsir. Tahqiq: Prof. Dr. Hikmat bin Basyir bin Yasin. Penerbit Dar Ibnul Jauzi.