Seperti cahaya matahari yang menyinari bumi, ada orang yang merasakan hangatnya, namun ada juga yang justru merasa silau dan terganggu. Begitu pula dengan kebaikan, keikhlasan, atau niat tulus dalam diri kita. Tidak semua orang mampu memandangnya dengan hati yang lapang. Ada yang menganggapnya sebagai inspirasi, tetapi ada juga yang merasa terancam atau tersaingi.
Kebencian bukan selalu cerminan dari diri kita, melainkan sering kali cerminan dari hati orang lain. Ketika seseorang sulit menerima keberhasilan, kebaikan, atau cahaya yang dimiliki orang lain, ia memilih menutup diri dengan rasa iri.
Namun, di sinilah pentingnya menjaga hati agar tidak goyah. Cahaya yang Allah titipkan dalam diri kita bukan untuk dipadamkan oleh pandangan orang lain, melainkan untuk terus bersinar, memberi arah bagi mereka yang mencari jalan.
Kita tidak bisa mengendalikan bagaimana orang lain menilai, tetapi kita bisa mengendalikan niat dan langkah kita. Allah lebih mengetahui isi hati, dan penilaian-Nya jauh lebih berharga daripada penilaian manusia.
Jika hati kita ikhlas, kebencian yang diarahkan kepada kita justru bisa menjadi doa yang meninggikan derajat. Sebab setiap kesabaran yang kita jalani akan berbuah kebaikan.
Maka, jangan takut untuk tetap berjalan dengan cahaya yang kita miliki. Meski ada hati yang berpaling, teruslah melangkah dengan niat baik. Karena pada akhirnya, kebenaran dan ketulusan akan menemukan jalannya sendiri.
Tenangkanlah jiwa, percayalah pada setiap tuntunan-Nya, dan jadikan kebencian sebagai penguat langkah, bukan penghalang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
