Prangko: Bukti Cinta dan Perjuangan
Bayangkan hidup di tahun 1800-an, ketika mengirim surat masih membutuhkan prangko sebagai "tiket" pengiriman. Prangko pertama Hindia Belanda (1864) bergambar Raja Willem III menjadi awal sejarah filateli (koleksi prangko) di Nusantara. Namun, prangko tak sekadar alat bayar—ia juga simbol kedaulatan.
Setelah Indonesia merdeka, prangko pertama Republik Indonesia diluncurkan pada 1 Desember 1946, bergambar banteng mengamuk dengan tulisan "INDONESIA MERDEKA". Prangko ini bukan hanya alat pos, melainkan deklarasi kemerdekaan di atas kertas.
Prangko di Era Digital: Masihkah Relevan?
Di era WhatsApp dan email, prangko seolah menjadi kenangan nostalgia. Tapi jangan salah! Prangko masih hidup dan punya peran baru:
Koleksi & Investasi – Prangko langka bisa bernilai jutaan, seperti prangko seri "Djoeang" 1946 yang dicari kolektor.
Diplomasi Budaya – Prangko sering menampilkan kekayaan Indonesia, dari wayang hingga Raja Ampat, menjadi duta budaya.
Kenangan Romantis – Masih ada yang sengaja mengirim surat fisik dengan prangko untuk kesan personal.
Masa Depan Prangko: Digital atau Tetap Klasik?
PT Pos Indonesia masih menerbitkan prangko, bahkan dengan tema modern seperti e-sports dan lingkungan. Prangko digital juga mulai dikembangkan, tapi keunikan fisiknya tetap tak tergantikan.
Jadi, prangko mungkin tak lagi jadi raja komunikasi, tapi ia tetap simbol sejarah, seni, dan kecintaan pada hal-hal yang detail. Siapa tahu, di lemari tua rumahmu, tersimpan harta karun prangko bernilai tinggi!
Bagaimana denganmu? Masih ingat prangko pertama yang pernah kamu pegang?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT