Neo-kolonialisme adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan bentuk dominasi atau pengaruh yang berlanjut dari negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang, terutama di dunia pascakolonial. Meskipun negara-negara berkembang telah mencapai kemerdekaan formal dari penjajahan asing, neo-kolonialisme berarti bahwa mereka masih berada di bawah pengaruh kuat dari negara-negara maju dalam berbagai cara, termasuk ekonomi, politik, sosial, dan budaya.
Beberapa ciri neo-kolonialisme termasuk:
- Eksploitasi ekonomi: Negara-negara maju sering mengendalikan sumber daya ekonomi dan pasar negara-negara berkembang. Ini dapat terjadi melalui praktik perdagangan yang tidak adil, utang luar negeri yang memberatkan, dan investasi asing yang merugikan.
- Pengaruh politik: Negara-negara maju dapat mempengaruhi politik dalam negara-negara berkembang dengan berbagai cara, termasuk dukungan terhadap rezim otoriter atau intervensi militer.
- Kontrol budaya: Melalui media, hiburan, dan budaya pop, negara-negara maju sering mempromosikan nilai-nilai dan gaya hidup mereka sendiri di seluruh dunia, yang dapat mengancam keberagaman budaya dan identitas budaya negara-negara berkembang.
Neo-kolonialisme sering kali menjadi subjek perdebatan dan kritik, karena dinilai sebagai bentuk eksploitasi yang tersembunyi dan tidak setara antara negara-negara kuat dan lemah. Banyak gerakan sosial dan pemerintah negara-negara berkembang berupaya untuk mengurangi dampak neo-kolonialisme dan memperjuangkan kedaulatan dan keadilan ekonomi.
Penting untuk diingat bahwa istilah ini dapat digunakan dalam berbagai konteks dan memiliki interpretasi yang beragam tergantung pada perspektif individu atau kelompok tertentu.
Lebih sederhananya, neokolonialisme, yaitu bentuk penguasaan suatu negara kepada negara lain yang dijalankan secara tidak langsung dan memakai cara lebih halus. Berbagai bidang masuk dalam jajahan, mulai dari ekonomi, politik, sosial, teknologi, hingga militer
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT